Selasa, 09 Agustus 2011

Kembalikan Agar Aku Tenang

Aku titipkan pada jantung malam sebuah dendam
tentang ketulusan yang terabaikan
derap langkah berharap
temukan ketenangan dalam kehangatan
di bawah temaram sang rembulan

Tapi kala malam memuntahkan bola neraknya
tiada setitikpun aku temukan kehangatan
hanya silau yang memekakkan
mengguncang kelamnya dunia malam

Oh iblis-iblis penghuni jantung malam
kenapa tak kau kembalikan dendam yang kutitipkan
dendam yang jelas beriku ketenangan
di atas luka yang terlanjur kuregang

Kini lukaku menuai darah dan nanah
tanpa sempat hangat menjamah
perih terasa tanpa dendamku menyelimuti
hingga rasa sakit dan kematian erat membayangi

by  Yulyanto Purnomo (Jheje Purnomo)

Derita Tak Berujung


tatkala mendung kian menghitam di langit malam
tak terhitung berapa juta tetes air yang kan menghujam

cambuk api pun berkelabat di kegelapan malam
seakan hendak membelah kelamnya angkasa

sedang aku terpekur pada kegelapan
tersudut di pojok gubuk reot tiada beratap genap

gamangku dalam kebimbangan hati
tentang hidup yang seakan tiada arti

andai dapat memilih
lebih baik aku jadi binatang yang hina
dimana tiada seorang pun yang kan peduli
biar sekalipun mati terlindas kejamnya dunia

by Untung Surono (Jhoni Demit Kuburan)

Risalahku


kutulis sajak ini untuk mengenangmu di kala gerimis menari di pelataran
langit meneteskan air mata bersama desah angin memeluk kesunyian
kaki hujan meruncing gemas menusuk pusara cinta yang kau tawarkan
untuk mengubur setapak perjalanan asmara yang baru saja kita mulai

di tengah rintih air langit kugendong selaksa ratap kesakitan
aku tak hendak merayu malam agar menutup wajah rembulan
aku juga tak ingin mentari terbangun membangkitkan terik siang
biarlah waktu berlalu dalam genggam kesombongan kelam
sebelum rintih birahi kita tumpah di altar perjamuan

engkau tahu jika surga adalah kekekalan hidup di atas segala kehidupan
disana tak ada cinta, disana tak mengenal rasa, disana ada kata tanpa suara
dan disana hanya terhampar padang fatamorgana yang menjanjikan kepalsuan

asmara adalah segumpal rasa yang lahir dari rahim kasunyatan
ia terlahir dari penyatuan dua jiwa purba mencari tempat persinggahan
untuk saling genggam disaksikan malaikat langit direstui sifat ke-Illahian
dan kesedihan harusnya sekedar pupur kelanggengan dari ujung penantian

aku masih terkenang pada sekuntum bunga di ujung malam
ketika nafasku dan nafasmu saling bersautan meniti rasa di selembar benang
rasa pun tumpah dalam biduk terombang-ambing gelombang tanpa pegangan
engkau melepas tersenyum dalam kelelahan panjang

rembulan mulai memucat di kaki langit merona dalam kecemburuan
bintang merajuk pada gemintang hingga dinding surga pun rontok
tak mampu menghalau malaikat yang berontak mengejar dewi kejalangan

engkau hadir menjamah jiwa yang dibekap kemelaratan kegembiraan
kita jamah keremangan malam dalam bayang-bayang dewi kesuburan
kau hadirkan bianglala lalu kudekap jiwamu penuh kemesraan
bagai mendekap hidup dan matiku agar sang juru pati enggan bertandang

kuseru engkau dalam nafasku
usah bertanya pada malam untuk apa kita saling menggenggam tangan
tak perlu pula berkata cinta karena sejatinya asmara adalah hegemoni darah kita
mengalir bersama angin selembar rambut dibelah peretas alam

by Teguh Budi Utomo (Rakai Pamanahan)

Pembelajaran Alam

Di keramaian pedesaan itu, aku terpaku
antara riuh ramah tetangga di keluh kesah yang tak terduga
pada gelak terceracak duri-duri dalam daging terpacak
terpencak iri-iri tersungging terkerling ngeri

Apakah satu balasan?
di atas budi korban yang bertaburan
batu yang dilontarkan lantas tangan disembunyikan

Aku tanya pada tudung hidangan buruk
yang tersangkut di ujung gubuk
kenapa kau dilitup debu berabuk?

Tudung hidangan menjawab kesal,
“Inilah satu balasan sebal pada jasaku yang tertinggal
menutup lindungkan hidangan segar dari cemar cuma sebentar
dibuang pergi lagi tidak siapa yang acuh ketika dayaku sudah lusuh
tanpa menghirau perit jerihku yang sudah jauh.”

Disitu kutemukan satu pembelajaran
di kalung kesalan termaklum dendam
mungkinkah ini fakta perbilangan
kebaikan terbalas keburukan yang menghancurkan

by Siti Fauziah binti Haji Idris (Mega Ungu)

Senin, 08 Agustus 2011

Yang Terdalam

Hujan semalam tak secuilpun menyisa gerimis
manggar di ujung ranting pohon kopi merona mekar
bersenyawa pada senyum mentari di awal pagi
menikam basah tebing bebukit sunyi

Bila kesendirian tak lagi bentangkan seberkas kelu
ijinkan tualang ruhku mencumbu liat ribangmu
agar bingkai kisah semalam tak diretakkan alam

Aku mulai sadar tentang arti sebait rasa
dalam sisa helaan nafas mimpi panjang semalam
kau tinggalkan lacak sarat makna lelaki jantan

Masih kental tetes peluh lekat di sudut kusut bantal
saat sauh asmara terbuang pada jejak membiru

Pada laras tembang kesunyian malam
geliat jiwa tercabik dalam kepasrahan
rembulan pun merintih ditikam pucuk ilalang
menyisakan selarik senyum memungkas sonata jalang

Duhai kekasih,
pedihku adalah segenggam pijar kerinduanmu
tangisku berirama kendang kesenyapan
seirama perihmu ketika membelai dinding hati
di tungku bara liar ruhku dalam tangkup jiwa kelanamu

by Sindy Maulidinia Rohmah (Sindy Arlum)

Pengkhianat

Kau!
adalah jiwa yang ingin selalu kupeluk
mengapa berani tega menampar asa
menginjak kalimat rindu hingga remuk
juga katakan hasrat kita tiada guna

Kau!
adalah hati yang ingin selalu kudekap
karena dirimu telah buatku selalu berharap
dimana sungai rinduku mengalir padamu
labuhkan segala lelah ditepian dermagamu

Kau!
adalah hasrat yang ingin kugenggam erat
namun mengapa kau bunuh itu sampai sekarat
nyanyian pedihpun melarung penuhi nurani
bagai lolongan serigala merntih sesaki sunyi

Kau!
adalah tiang kokoh yang topang semua lapuk
menyangga langit cinta kita agar tak runtuh
tapi mengapa lalu kau tinggalkan hingga rubuh
pecahkan cermin mimpi hingga hidupku terpuruk

Kau!
jangan sesali bila kelak cinta ini pergi
takkan kukembali walau kau membusuk mati
karena kapal impian kita telah karam
bersama pengkhianatan yang kau tanam

by Shelby Adrianne Sheffrinne (Dinda Clyte)

Cintaku Asa Tak Bernyawa

Kugores cinta bertinta setia
kau warnai pelangi janji diselubung mimpi
kau lumuri lembarnya dengan dusta
inikah genapmu memakna cinta?

Duhai musafir cinta!
tidakkah kau lelah berkelana
kau tinggalkan risalahku dirajam luka
tidakkah sedikit kau iba?

Dalam diamku berteman airmata
ingin kumuntahkan pedih jiwa
yang menggerogoti isi kepala
buatku selayak gila!

Namun bayangmu tetap meraja
pun sebahagian membunuh asa
cintamu sungguh membuatku tak berdaya

Biarlah!
kan kukemas kisah kita
di kanvas sketsa cinta durjana
berbingkai asa tak bernyawa
sampai hampir binasa
biar saja kukenyangi hariku
meluka hingga melupa

by Sarni Kaswanto (Cenil Kepuh)

Tentang Rasaku

Malam makin gelap dengan rasaku diantara setiaku
yang bersembunyi di balik wajah terangmu,
aku semakin gelisah

Ku ingin terpejam sejenak dan merasakan sedikit
irama syahdu tentangmu
tentang rasa yang punah bersama indah
aku tak mengerti mengapa suaramu selalu datang
dan menjamah kesendirianku

Dalam kepasrahan kubiarkan kenangan memenuhi hatiku
kantung mataku yang semakin menghitam
tersimpan segala kesedihan

Bisikan terakhir yang tak pernah kudengar
kini telah kusia-siakan waktu
membuat aku merasa bodoh

Sungguh semu, sahabat sepi dalam mimpi
kupikir kau mampu membalut sedihku
malangnya kau pergi menjauh
bersembunyi di balik tangisku
langkahku pun terhenti di hatimu

Sahabat sepiku,
ada yang tak pernah berhenti mengejarku
ialah kenangan bersamamu
menjadi api yang tak pernah mati di tanganku
terlalu banyak andaiku tentang kenangan

Laknat benar aku,
mencintai kelembutan yang terlahir
dari kehangatanmu yang begitu sempurna

Rengekku memecah sendi-sendi
darah dari luka makin membanjiri kerinduan
dengan sedikit tangis untuk menepis
bahwa cintamu tak termiliki

Sahabat sepiku,
mungkinkah kau mengerti tentang rasa ini
yang sekarang menjadi jarak diantara kita?

Aku semakin terpuruk dalam kerinduan tanpa ampun
bahkan terbakar dengan rasa ini

Detik-detik berlalu,
aku selalu menangis di bahu kenangan
kau adalah bintang menumbuhkan cahaya
pantulan kerinduan tentang rasaku padamu

by Rina Apriani (Yank Celalu Resah)

Nelangsa


TAPI
kenapa sesekali aku masih inginkan
angin  bisikkan kabar tentangmu
setelah kau badaikan kisah
saat satu langkah dekatimu
menjauh aku putuskan

LUKA
begitu dalam belati kau torehkan
menyayat matahari
teteskan darah teramat dalam
di langit asaku

KISAH
cukup jauh kita merajut
membiarkan kuntum itu mekar
tanpa pernah kau siram
kaupun rela bila tumbuh di lain jambangan
inginmu merangkul

CINTA
jangan sesekali kita bicara
diam adalah jawaban semua tanya
mendekatlah, selalu inginmu begitu

RINDU
masih getarkan antara kita
di luar sadar pun sering sebutkan nama
di jendela itu, heningku pun merasa

AHH,
tidak mungkin membuka
lembaran lama
setelah semua catatan aku kubur
bersama luka

By Refdinal Muzan (Refdinal Kelana Mimpi)

Jangan Panggil Bapakmu

Genduk,
jangan lupa menanak nasi
meskipun hari ini cuma lauk terasi
tapi biyungmu akan tetap sekuat besi

Genduk anakku,
jangan menangis
juga jangan panggil Bapakmu
sudahi dulu
agar tak berat beban ini

Genduk buah hatiku,
sekembali biyungmu nanti
biyung kan datang dari lengkung pelangi
setelah hujan terhenti,
dengan sekarung padi
agar genduk bisa menanak lagi

Genduk semata wayang,
sambutlah biyungmu dengan senandung
tapi jangan panggil lagi Bapakmu
sebab ia sudah mati

Genduk sri bintang,
kerlipmu berlian, esok akan ada hari
merajut rindu untukmu berlari
menyambutmu untuk kau duduki
tapi jangan terkejut ketika ada suara menggema

“Jangan Panggil Bapakmu”

by Rahmat Ansyarif (Aan Berdarah)

Sebotol Whisky Jatidiri

Malam kian larut
resah semakin bergelayut
membayangkan dirimu
yang telah menggerogoti kalbuku

Seteguk whisky terasa nikmat
membasahi kerongkongan
menemani rasa dingin
sedingin hatiku malam ini

Aku sudah begitu lelah
aku ingin pulang
telah kureguk minuman
dan alkohol itu telah menguasai kepalaku

Kemanapun aku pergi
menyeberang padang dan lautan
kau kan selalu dengar
aku mendendangkan lagu ini

Sebotol whisky masih kupegang
tapi pikiran melayang tak karuan
pandangan pun berkunang-kunang
gubraaakk..!!
aku tak sadarkan diri

Secercah cahaya masuk lewat celah jendela
hari menjelang pagi
sebotol whisky masih menemani
tuk mengobati luka hati
demi jati diri, aku hampir mati

by Pidri Syaikhal (Senja Hati/Penyair “Mbelink”)

Gelisah Yang Terpasung


Gelisah,
hati yang anyir bernanah
teriris saat desah nafas itu menggema
dalam relung hati tumpah ruah bersama embun pagi
menggigit otak yang resah

Gelisah,
tawa yang renyah, suara yang manja,
tubuh yang bertelanjang keringat
peluh yang bertarung dengan cahaya pagi,
menyampah di otak kiriku

Gelisah,
senyum secuil itu,
mengintip di balik pematang hati
dengan resahmu, ku ingin merengkuhnya
namun hati ini terpasung noktah ikatan

Gelisah,
ku ingin lepas laksana burung terbang

by Nunuk Hariyati (Senja SagaYg Terpasung)

Rindu

Bersama kerinduan
yang tak pernah berlalu
kini kupusarakan diri
dalam kenangan abadi

Aku tiada,
puisiku pun hampa

Cinta,
selalu agung dalan jiwa

Dan jika kerinduan ini adalah pedangmu
maka tebaskanlah di leherku
kau akan saksikan bibirku tersenyum
meski mataku mengaca

by Nining Sujanawati (Ninkz Zknin Eno)

Gubug Cinta

tak ada gerbang pagar
hanya bilik berpintu sapa
berengselkan salam do’a

tak ada kursi
hanya ada batu sandaran beban
berlafazdkan sabar penumpu dzikir hati

tak ada permadani
hanya ada hamparan kumal
tumpuan alas kaki pijaki makna surgawi

tak ada hiasan
hanya ada pernik butir-butir syukur dan kilau zuhud
menempel di dinding ke-tawadhu’an

tak ada wewangian
hanya ada aroma ikhsan
dikelilingi semerbak bunga alam
mekarkan kasih suci

tak ada melodi
hanya desau angin
mengiringi lantunan ayat suci
berirama suara jangrik malam

tak ada penerang
hanya ada pelita qur’an
bersambut redup rembulan
disinari cahaya gemintang

tak ada gemerlap permata
hanya ada suntingan bunga-bunga impian
dari malaikat kecil nan ceria
menyambut mutiara impian asa

tak ada singgasana
hanya gubug sunyi
jauh dari keramaian duniawi

tak ada apa-apa
hanya gubug cinta yang kupunya

by Murni Turmiati (Sketsa Oase Senja)

Persimpangan


Membentang sudah jalan di hadapan
bau anyir bekas duka tercium jelas
penuh nestapa hingga liar jadi ilalang

Debu yang tersisa masih pekat butakan pandang
betapa ingin langkahkan kaki ringan
juga tetap menantang

Apa daya rasa masih mencekat di dada
kembali pun sungguh tak sudi
hanya bayang kenangan jadi tambatan

Semoga harap jadi nyata
entah kapan

by Midiana Ariethia  (Thia Sjahruddin)

Diamlah!


Telah kukatakan sebelumnya
aku manusia yang punya rasa
sama sepertimu
menyimpan beribu asa
maka diamlah!
jangan kau tanya siapa aku adanya

Telah kugenggam
bahkan kusemat namanya dalam jiwa
cintanya, cintaku melebur dalam jiwa dan raga
jika kau tak suka dengan rasaku
maka diamlah!
jangan pernah kau tolehkan muka

Ini aku,
dengan segenap rasaku
tetap bertahan meski kau taburkan fitnahmu
jika kau belum puas, melajulah dengan keangkuhanmu
aku takkan surut, dan kubikin kau jadi bisu

by Irna Kholiyannawati (Lintang Panjer Sore)

Pupus


Mentari menyeringai
membakar tanah-tanah gersang
terbersit kesumat meradang
buncah amarahku memanggang

Pepohonan menghitam tertunduk hangus
dihembus deru bara nafas mendengus
memanggang asaku pupus
musnahkan benih kasih yang baru trubus

Pusaran prahara menggulung kalbu
terbang ke bubungan langit biru
hempaskan untaian mimpi di cadas batu
remuk hati memberai beku

by Ika Sriyati (Ratna Mangali)

Sebuah Rasa Melebihi Rasa (Persembahan untuk Sang Pujangga)

Selembar kertas
sebatang pena dengan tinta emas
akupun tenggelam dalam kebisuan
entahlah,
tak sepatahpun kucoretkan
jemariku kelu

telah kulalui setapak jalan
pada persimpangan
sejenak kuhentikan langkah

Diamlah!
jangan kau mengusikku
aku hanya ingin mendengarkan suara roh
yang bergetar dalam jiwamu
hingga jeritannya begitu nyaring mencubit cupingku
lalu biarkan liar kucium aroma magis itu
rautmu menanggung beban dari sepi yang menyayat
tentu ku tahu,
mata dewa yang kau pancarkan, rekatkan imaji berserak

Duhai kau sang penggores pena
biar kupanggil kau sang ksatria bahasa
tapi aku tak ingin menjadi budak
dari rasa yang tak seharusnya ada

Sebuah kekaguman memuncak
mengusik kalbu yang lama terlelap
menjelma sesakkan dada
raungan jiwa melonjak
resah,..

Kala kudengar bisik merdumu
“aku merindukanmu mbakyu”

lalu kubiarkan kekosongan menyelimuti pikiranku
sebuah rasa melebihi rasa

terpenjara

by Hersi Suwarto (Z33)

Perempuan Dalam Pigura

Kau indah aksara terpuja
bagai lukisan pagi sayupku
ketika embun menyatu di ketiak langit
cantik nian tak tergapai

Lalu siang memanjat peluh di dahan kesturi
kau bening di taman para bidadari
sengat pun tak menyilau mata panah
dan senja pergi dalam guratan sang pendosa

Malam
lekuk dandan
pesona pernik tersapu
raga ditelanjangi bumi
didekap cakrawala

Melagu
menari-nari
terbang ke batas nirwana
mencari Tuhan dalam selangkangan

Aku
cinta kasih
tersandar gelisah semu
terukur benang kusam keraguan

Tapi kau tambatkan birahi sebagai penghibur
di kala gerah datang menghujam cinta
yang kau tanya kemurniannya
pada lembar-lembar harga

Ah,
Kaulah pesona dalam piguraku

by Embu Tara Ratu Loly (Karang Lautan)

Haji Kabur


Sembunyi di balik jubah putih
sandang gelar selayak patih
usai jazirah ilmu kau tatih
laut merahpun suakan batih

Cengkerama lalu meluah kelam
sesaat harukan silam
pada genang lumpur terselam
setujuan baris putihkan azzam

Khusuk kerumun lingkari
hibakan munajat fitri
pandang ka’bah kukuh terpatri
tapi iblis menari-nari

Gontai melangkah yakinmu
pada pincang imanmu
lapangnya uang sakumu
sekedar ternama dikaummu
Apa yang tersembah
ataukah prasasti sejarah
kemana hakikat hijrah
di persada menuju fitrah

Lafadz tertinggi ternodai
separuh hatimu tergadai
ulang hakikat yahudi
memberhala pinta abadi

Nun jauh kau abaikan

by Dedy Setiawan (Dedy Sableng)

Aku Kalah

Andai kubisa bekukan aliran darah
takkan kuijinkan luka merambah otakku
bayangan gelap meminangku, pekat

Kutakut membuka mata
menapak masa yang berlalu
bayangmu mengakar di benakku
bayang dia saat bersamamu

Aku kalah,
terlalu sakit luka beri ku menganga
terlalu pedih sayatannya di ruang legaku
terlalu pahit harus kutelan semua

Kini, obat yang kuharap ada bersamamu
tapi kau lempar aku pada luka
berdarah bahkan bernanah

Aku kalah!

by Desmayenti (Merangkai Bintik Pelangi)


Sejak Kutikam Hatimu


Tertatih kucoba berdiri dari beban menghimpit
mengitari reruntuhan istanaku yang berserakan
tak kutemukan jasadmu, Dinda!

Lalu kemana?
lama kutermenung dan tersadar
kau telah mengabur dari hidupku
semenjak kutikamkan siwar di hatimu
saat unggun api membakar anganku
kau telah berlalu, takkan kembali

Terseok kuseret langkah
mencoba benahi reruntuhan yang terserak
berharap temukan petunjuk
tentang dimana adanya rimbamu

Sia-sia kumencarimu
sedangkan kau tak sudi mengenalku

by Bambang Hirawan (Buana Kembara Senja)

Sabtu, 06 Agustus 2011

Menuju Aku

Aku lantak
memeta jejak
menoreh lukisan lebam
tanpa sayap lunglai di pematang
hingar yang sempat singgah, tak riuh gemuruh
layu purnama berselimut hitam yang mencampak jutaan warna
tubir asa surut selimut pekat menggayut kalbu, tanpa tanya membalut

Berulang aku menampar wajah rembulan yang mencibir di bawah kaki langit
di telapak hari lidah terkatup dendam, keindahan pupus dalam keangkuhan semu
di bawah rembulan kerap sibirkan senyum, menampar  wajah berulang-ulang
tanya terbalut tanpa muka, berselimut pekat kabut surut di tubir asa
jutaan warna tercampak berselimut mega, purnama layu membisu
gemuruh riuh yang tak sempat singgah dalam hangar
sayap lunglai kembali terkembang, tak menorah lukisan suram
kayuh langkah susuri waktu di lipatan malam menuju AKU

by Ali Muksin (Si Mene Ketehe)

Darah! Ya Darah!

Di balik kulit mereka yang putih
mereka menangis darah
mereka berlumur darah
mereka bersimbah darah

Apa yang di benakmu Tuhan?

Aku yakin Kau mendengar rintihan mereka
aku yakin Kau mendengat doa kami

Untuk putih kulit mereka
untuk hitam nasib mereka
untuk tanah Palestina

by Ady Agusta Perdana

Meraba Hatimu

Aku lelah mencari kata paling sayang
kubiarkan angan melayang
menapaki kisi-kisi cakrawala

Aku lelah mencari kata paling cinta
kusemayamkan asa dalam do’a
menembus dinding nirwana

Aku lelah mencari kata paling rindu
kutabur hasrat menggebu
meronai sisi kalbu

Sayang ini,
mengharuskan pengorbanan panjang
agar tetap tak pernah hilang

Cinta ini,
melahirkan berjuta suka duka
memiliki hakikat-hakikat makna

Rindu ini,
mengharu biru kalbu
tertabung dalam pusaran waktu

Setelah jauh semua berlalu
baru kutahu makna hakiki
membuncah hati

Ada banyak tanya
membuatku semakin menundukkan kepala
terus kucoba meraba hatimu

by Abdul Malik